Tuesday, May 22, 2007

PATAHKAN KAKINYA


Ada seorang gembala domba dan dia memiliki banyak domba peliharaan. Dalam keseharian dia menggembalakan domba ke padang rumput. diantara sedemikian banyak domba miliknya, ada seekor domba yang nakal dan memiliki karakter yang sangat berbeda dengan domba-domba yang lain.
Domba nakal ini selalu memisahkan diri dari teman-temannya. Ketika domba-domba yang lain makan rumput secara berkelompok, dia akan keluar dari kelompoknya dan pergi ke tempat yang dia suka, atau ketika gembalanya sedang menggiring domba-dombanya ke padang rumput, si domba nakal akan lari sendirian ke arah yang berlawanan, jauh dari kelompoknya.
Reaksi si gembala adalah selalu mengejar domba nakal ini dan menempatkannya kembali ke kelompoknya. Hal ini selalu dia lakukan berulang kali, jadi, bila si domba nakal memisahkan diri, si gembala akan mengejar dan menggendongnya untuk mengembalikan dia ke kelompoknya.
Setelah berkali-kali hal ini terjadi, si gembala pusing juga ternyata...dan dia mulai menyampaikan hal ini kepada Tuhan dalam doanya..... "Tuhan,...Engkau mengetahui segala sesuatu,... jadi kalo Engkau ada pada posisiku,....apa yang akan Engkau lakukan dalam menghadapi domba yang nakal ini?"
Tuhan menjawab dengan tegas; "Patahkan kakinya...!"
Haa....apa Tuhan, tidak salah ... ? Tuhan menyuruh aku mematahkan kaki domba ini..?" (sambil mikir, ko' Tuhan tega amat ya...) Tuhan kembali menjawab dengan tegas; "Patahkan kakinya...!"
Keesokan harinya, si domba nakal melakukan kebiasaannya lari dari kelompok.Ketika si gembala berhasil menangkapnya, ia teringat perintah Tuhan, maka sambil berkata dalam hati, "Tuhan,... aku nggak tega, tapi karena Engkau yang suruh aku untuk patahkan kakinya, maka aku akan patahkan kakinya..." Si domba nakal merintih kesakitan dan si gembala nggak tahan mendengarnya, hatinya sakit sekali mendengar rintihan itu, namun dia sangat mengasihi domba itu dan dia patuh dengan apa yang Tuhan suruh dia lakukan.
Setelah dia mematahkan kaki si domba nakal,kaki tersebut dia balut. Setiap hari dia menggendong domba nakal itu karena dia nggak bisa jalan. Si domba itupun dirawat olehnya, domba itu makan rumput di samping gembalanya karena bila dia makan rumput dengan teman-temannya, dia akan terinjak, bila kawanan domba sedang berjalan-jalan di padang rumput sang gembala akanmenggendongnya.
Inilah yang terjadi,selama kakinya patah, domba nakal ini sangat bersikap manis dan hampir setiap saat,setiap kali domba nakal ini haus, dia akan menjilat keringatsi gembala yang menggendongnya, kepalanya selalu bersandar pada dada si gembala dan menggosokkan kepalanya di bahu gembala bila sedang berjalan-jalan di padang rumput.
Akhirnya, kakinya pun sembuh. Si gembala membuka balut pada kakinya dan melepaskannya untuk bermain-main dengan teman-temannya yang lain. Namun,...domba yang dulunya nakal tidak berlari ke kelompoknya, tapi terus merapatkan dirinya di kaki gembalanya, sehingga si gembala mengangkatnya dan mengembalikan dia ke kelompoknya, tapi si domba nakal selalu berlari mengikuti dan merapatkan dirinya kembali ke gembalanya! Si gembala berulang kali melakukan hal ini,tapi, berulang kali pula si domba nakal kembali kepadanya...
Si gembala bingung dengan perilaku domba nakal ini, dan dalamKebingungannya Tuhan berkata kepadanya, "Itulah yang tidak dimengerti oleh umat-Ku,...ketika Aku membiarkan mereka berbeban berat atau terluka atau Aku ijinkan sesuatu menimpa mereka,...itu adalah untuk membawa mereka mendekat kepada-Ku. Aku melakukan itu untuk membuat mereka mengerti betapa berharganya mereka di hati-Ku,... betapa Aku ingin mereka hidup bergantung hanya pada-Ku, dekat dengan-Ku. Tapi,seringkali,mereka semakin menjauh ...."
Gembala itu akhirnya mengerti, mengapa Tuhan menyuruh dia mematahkan kaki domba nakal itu, yaitu untuk menyatakan isi hati-Nya, betapa manusia berharga di hati-Nya dan mengajari makna kerinduan.
Teman,...terkadang kita nggak sadar bahwa hal-hal kecil yang kita hadapi setiap hari, adalah proses pembentukan karakter.

Tuesday, May 1, 2007


BIAYA SILUMAN
UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH

Oleh : Tikky Suwantikno Sutjiaputra

Kontroversi pelaksanaan UAN dan Ujian Sekolah selama ini lebih menyorot tentang kewenangan penentuan kelulusan antara pemerintah dan guru di sekolah. Pemerintah menganggap perlu adanya standrarisasi mutu pendidikan di negeri ini dan di satu pihak sekolah merasa bahwa yang paling tahu tentang perkembangan peserta didik adalah guru itu sendiri, apalagi dengan adanya penyempurnaan kurikulum yang ada saat ini, yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahwa gurulah yang menyusun kurikulumn sehingga seharusnya guru yang berhak mengujinya.
Namun demikian di tengah kontroversi mengenai kewenangan dan hak menguji dan menentukan kelulusan itu ada satu hal lagi yang luput dari sorotan masyarakat, baik orang tua, siswa dan para pendidik itu sendiri, yaitu mengenai biaya ujian itu sendiri.

Pemerintah sudah mengalokasi dana bagi penyelenggaraan Ujian Nasional melalui APBN dan APBD, namun pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan ujian sekolah. Celakanya lagi sekalipun dana yang diterima oleh sekolah utuh dari pemerintah (pada prakteknya tidak utuh lagi karena berbagai pungutan di luar ketentuan tanpa tanda terima) sekolah mengganggap bahwa dana yang dianggarkan oleh pemerintah tidak mencukupi. sehingga sekolah menuntut kepada orang tua siswa untuk ikut menanggung biaya ujian, baik ujian nasional maupun ujian sekolah.


Kalau kita perhatikan komponen biaya ujian, baik ujian nasional maupun ujian sekolah, terdapat biaya antara lain :
Pada tingkat persiapan ujian : biaya pembuatan soal, biaya pengetikan soal, dan biaya foto copy atau pencetakan soal, biaya pembuatan kartu peserta ujian, setoran biaya untuk rayon.
Pada pelaksanaan ujian :biaya honor guru yang mengawas ujian, konsumsi guru selama ujian berlangsung, transport guru yang mengawas (baik yang mengawas silang di tempat lain, maupun yang tetap berada di sekolah), transport pengawas dari depdiknas, tim independent dan atau petugas lainnya.
Pada akhir pelaksanaan ujian : biaya honor guru mengoreksi jawaban ujian siswa, biaya verifikasi nilai, biaya pembelian form ijasah / STTB, biaya honor petugas penulis ijasah, biaya pengumuman hasil ujian, biaya fotocopy legalisir ijasah, biaya honor kepala sekolah menandatangani ijasah, biaya pelaporan ujian, dan sebagainya.

Kalau kita mencermati biaya-biaya pelaksanaan ujian tersebut, patut dahi kita berkerut, karena disana kita dapati beberapa komponen biaya yang menurut kacamata pendidikan tidak sesuai peruntukannya.
Lihatlah biaya pembuatan soal, biaya pengetikan soal, biaya honor mengawas ujian, biaya koreksi jawaban ujian, biaya verifikasi nilai, transport mengawas, konsumsi guru selama ujian berlangsung, Pertanyaannya apakah pembuatan soal, koreksi dan menuliskan nilai bukan merupakah tugas utama guru? Mengapa guru harus dibayar lagi untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan?
Yang mengherankan lagi adalah biaya tanda tangan ijasah dan biaya tanda tangan legalisir ijasah untuk kepala sekolah. Apakah memang harus diberikan honor kepada kepala sekolah untuk penandatangan ijasah?

Yang lebih mengejutkan lagi ternyata adanya biaya setoran kepada rayon atau musyawarah kepala sekolah dengan rincian sebagai biaya operasional pelaksanaan ujian yang dibebankan kepada setiap siswa yang besarnya setiap daerah berbeda-beda, tergantung kesepakatan para kepala sekolah. Operasional apa?

Dan yang paling mengejutkan adalah biaya transport pengawas dan atau petugas yang datang ke sekolah untuk memonitor pelaksanaan ujian, bukankah mereka yang ditugaskan ke sekolah-sekolah untuk memonitor pelaksanaan ujian sudah diberikan surat tugas oleh instansi terkait dan sekaligus diberikan biaya transportnya. Kalaupun tidak diberikan biaya transport oleh instansinya, apakah sudah seharusnya dibebankan kepada sekolah (baca = siswa)?

Yang masih dapat diterima oleh akal sehat dari biaya ujian adalah, biaya pembuatan kartu pengenal peserta ujian, biaya cetak / foto copy soal ujian, biaya bahan ujian praktek (kalau ada), biaya alat tulis kantor, amplop soal, dan biaya administrasi sekretariat lainnya. Inipun sebenarnya patut dipertanyaakan, karena biaya-biaya tersebut seharusnya sudah dapat dianggarkan ke dalam biaya pendidikan yang diajukan kepada pemerintah atau yayasan bagi sekolah swasta.

Tidak semua sekolah memberlakukan kebijakan seperti penulis ungkapkan, masih ada sekolah yang menempatkan filosofi seorang guru pada tempatnya, dimana tugas seorang guru itu harus tuntas sampai kepada evaluasi.
Sangat mengerikan dunia pendidikan kita dimasa depan apabila hal seperti penulis ungkapkan tidak segera dibenahi, Ujian Nasional dan Ujian Sekolah bias menjadi embrio bagi perilaku korupsi.
Marilah kita kembali kepada pemahaman filosofi yang benar bagi seorang guru dalam pelaksanaan ujian sekolah, sehingga tidak perlu lagi ada biaya-biaya siluman yang tidak seharusnya dibebankan kepada siswa dan orang tua.
-----------oOo-------------